Breaking News
light_mode
Beranda » Muhammad Masykur Izzy Baiquni » Bullying di Dunia Pendidikan, Masihkah Berlanjut?

Bullying di Dunia Pendidikan, Masihkah Berlanjut?

  • account_circle Muhammad Masykur Izzy Baiquni
  • calendar_month 7 jam yang lalu
  • visibility 46

Tazkia Nufus & Izzy. Senin, 17 November 2025

LP Ma’arif PCNU Kabupaten Malang

Bullying merupakan bentuk perilaku penindasan yang sering dilakukan oleh sekelompok orang terhadap individu yang dianggap lebih lemah. Di lingkungan sekolah, kelompok pelaku bullying biasanya merasa memiliki kekuasaan dan menggunakan
dominasinya untuk menindas siswa lain. Pola serupa juga dapat ditemukan di tempat kerja maupun lingkungan sosial lainnya, di mana individu yang berkuasa cenderung menunjukkan perilaku menekan terhadap yang lebih lemah.

Fenomena bullying dalam dunia pendidikan menjadi salah satu persoalan sosial yang masih meninggalkan luka mendalam bagi banyak pelajar. Sekolah, yang seharusnya menjadi ruang untuk belajar, menumbuhkan empati, serta membentuk karakter positif, justru kerap
berubah menjadi tempat terjadinya kekerasan baik secara fisik maupun psikis. Kondisi ini tidak hanya menggambarkan kegagalan moral pelaku, tetapi juga mencerminkan kelemahan sistem pendidikan dan lingkungan sosial dalam menanamkan nilai-nilai kemanusiaan serta
rasa saling menghargai.

Menurut Dan Olweus (1993), seorang psikolog asal Norwegia yang dikenal sebagai pelopor penelitian tentang bullying di sekolah, bullying merupakan perilaku agresif yang dilakukan secara berulang oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap individu yang lebih lemah, baik secara fisik maupun mental. Ia menekankan bahwa bullying bukanlah sekadar konflik biasa, melainkan bentuk penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang dapat merusak rasa aman di lingkungan pendidikan. Olweus juga menegaskan pentingnya peran sekolah dalam menciptakan iklim yang positif melalui program pencegahan dan intervensi seperti Olweus Bullying Prevention Program (OBPP).

Barbara Coloroso (2007), pakar pendidikan dan parenting, melihat bullying sebagai tindakan sadar dan disengaja untuk menyakiti orang lain. Ia menyebutkan bahwa tindakan ini muncul karena kurangnya empati dan moralitas pada diri pelaku. Dalam bukunya The Bully,
the Bullied, and the Bystander, Coloroso menjelaskan bahwa sekolah memiliki tanggung jawab moral untuk membangun budaya kasih sayang dan saling menghormati agar setiap siswa merasa diterima dan aman. Menurutnya, pendidikan karakter di sekolah menjadi kunci
utama dalam mencegah terjadinya bullying.

Dari perspektif pendidikan sosial, Ken Rigby (2002) menganggap bahwa bullying bukan hanya persoalan individu, tetapi juga masalah budaya sekolah. Ia menyoroti bahwa lingkungan sekolah yang permisif terhadap kekerasan, diskriminasi, atau ketidakadilan dapat
memperkuat perilaku bullying. Oleh karena itu, sekolah harus menegakkan kebijakan anti bullying yang jelas dan menciptakan budaya saling menghargai. Rigby juga menekankan pentingnya keterlibatan guru dan staf sekolah dalam mengenali tanda-tanda bullying sejak dini.

Christina Salmivalli (2010), seorang psikolog dari Finlandia, yang menekankan bahwa bullying merupakan fenomena kelompok, bukan hanya interaksi antara pelaku dan korban. Dalam konteks pendidikan, ia menemukan bahwa banyak siswa berperan sebagai penonton pasif yang tidak ikut menindas, tetapi juga tidak membantu korban. Menurutnya, pendidikan di sekolah harus berfokus pada pembentukan empati kolektif agar seluruh siswa dapat menjadi agen perubahan yang menolak kekerasan dan berani membela teman yang menjadi korban.

Seto Mulyadi, seorang psikolog anak, menilai bahwa bullying di sekolah adalah bentuk kekerasan yang dapat menghambat tumbuh kembang anak secara emosional dan sosial. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara sekolah dan keluarga dalam menciptakan lingkungan yang penuh kasih sayang dan bebas dari kekerasan. Menurutnya, guru memiliki peran besar dalam memberikan teladan serta menanamkan nilai-nilai moral dan empati sejak dini.

Bullying dalam dunia pendidikan merupakan persoalan sosial yang sangat mengkhawatirkan dan masih sering terjadi hingga kini. Sekolah, yang seharusnya menjadi wadah bagi peserta didik untuk memperoleh ilmu, mengasah kemampuan, serta membangun karakter positif, justru kerap menjadi tempat munculnya berbagai bentuk kekerasan antar siswa. Perilaku ini tidak hanya merusak suasana belajar yang seharusnya nyaman, tetapi juga dapat menghambat perkembangan mental, emosional, dan sosial para pelajar.

Menurut pandangan saya, tindakan bullying di lingkungan pendidikan mencerminkan kegagalan dalam menanamkan nilai moral dan empati di sistem pembelajaran. Banyak siswa melakukan perundungan karena merasa memiliki keunggulan atau kekuasaan lebih, baik dari segi fisik, status sosial, maupun ekonomi. Perilaku seperti menghina, mengasingkan, atau melakukan kekerasan fisik terhadap teman sering dianggap hal biasa atau bahan candaan, padahal dampaknya sangat serius. Korban bullying dapat kehilangan rasa percaya diri, merasa takut bersosialisasi, bahkan enggan datang ke sekolah karena trauma yang dialaminya.

Bullying di lingkungan pendidikan merupakan persoalan serius yang memberikan dampak luas terhadap perkembangan siswa, baik dalam aspek mental, sosial, maupun akademik. Perilaku perundungan seperti menghina, mengucilkan, atau melakukan kekerasan fisik menunjukkan lemahnya nilai moral, empati, dan rasa saling menghormati di sekolah. Tempat yang seharusnya menjadi ruang belajar yang aman justru bisa berubah menjadi sumber ketakutan bagi sebagian peserta didik.

Untuk itu, upaya pencegahan bullying perlu dilakukan secara bersama oleh pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat. Sekolah memiliki peran penting dalam menegakkan disiplin, menumbuhkan budaya saling menghargai, serta mengajarkan pendidikan karakter dan empati sejak dini. Di sisi lain, orang tua harus berperan aktif dengan memberikan kasih sayang, perhatian, serta teladan yang baik agar anak terbentuk menjadi pribadi yang peduli dan tidak menggunakan kekerasan sebagai cara untuk berkuasa.

Melalui kerja sama semua pihak, dunia pendidikan dapat terwujud sebagai lingkungan yang aman, nyaman, dan penuh penerimaan—tempat di mana setiap peserta didik merasa dihargai, disayangi, serta memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang tanpa rasa takut terhadap perlakuan semena-mena.

Untuk menanggulangi masalah bullying di sekolah, dibutuhkan kolaborasi dari semua pihak, baik guru, siswa, orang tua, maupun lembaga pendidikan itu sendiri. Sekolah harus mampu menciptakan suasana belajar yang aman, bersahabat, dan inklusif dengan menanamkan nilai moral, empati, serta sikap saling menghormati sejak dini. Guru juga diharapkan lebih peka dalam mengenali indikasi perilaku perundungan dan segera mengambil langkah yang tepat sebelum situasi menjadi lebih serius.

Selain itu, sekolah perlu melaksanakan program pembinaan karakter dan layanan konseling secara berkala agar siswa dapat memahami pentingnya menghargai perbedaan serta mampu mengendalikan emosi. Lembaga pendidikan juga harus menetapkan aturan dan sanksi
yang tegas bagi pelaku bullying untuk menumbuhkan efek jera dan memberikan contoh bagi siswa lainnya.

Di sisi lain, peran orang tua sangat penting dalam membentuk karakter anak di lingkungan keluarga. Orang tua perlu menanamkan nilai kasih sayang, empati, dan tanggung jawab sosial, sekaligus menjadi tempat yang nyaman bagi anak untuk berbagi pengalaman
apabila mengalami masalah di sekolah. Hubungan komunikasi yang baik antara keluarga dan pihak sekolah harus terus dijaga agar upaya pencegahan bullying dapat berjalan secara efektif.

Dengan berbagai upaya tersebut, diharapkan sekolah dapat menjadi ruang yang benar benar aman, mendukung perkembangan positif peserta didik, serta bebas dari rasa takut, tekanan, dan segala bentuk kekerasan.

wallahu a’laam

  • Penulis: Muhammad Masykur Izzy Baiquni

Rekomendasi Untuk Anda

  • Life is Really Simple

    Life is Really Simple

    • calendar_month Selasa, 30 Jul 2024
    • account_circle Muhammad Masykur Izzy Baiquni
    • visibility 314
    • 0Komentar

    Dr. H. Agus Mulyono, S.Pd.,M.Kes. LP Ma’arif NU Kabupaten Malang Penduduk didekat sebuah hutan.., hidup begitu sederhana tetapi semuanya tercukupi. Mau makan tinggal masuk ke dalam hutan untuk mencari umbi umbian yang memang sengaja ditanam. Mau sayur tinggal memetik pucuk pucuk beberapa jenis daun yang tersedia melimpah di dalam hutan. Mau makan ikan… tinggal memancing […]

  • Pengukuhan Guru Besar Ketua LP Ma’arif PCNU Kabupaten Malang

    Pengukuhan Guru Besar Ketua LP Ma’arif PCNU Kabupaten Malang

    • calendar_month Rabu, 24 Apr 2024
    • account_circle Muhammad Masykur Izzy Baiquni
    • visibility 770
    • 0Komentar

    Muhammad Masykur Izzy baiquni. Selasa 23 April 2024. LP Ma’arif PCNU Kabupaten Malang “Kemandirian bagi madrasah di bawah LP Ma’arif NU merupakan fitrah, karena memang muncul dari inisiasi masyarakat. Untuk merealisasikan kemandirian, sangat tidak mungkin madrasah ma’arif berdiri sendiri, harus sinergi dengan madrasah ma’arif lainnya. Karenanya harus dikelola secara terpadu dan tersentral secara data oleh […]

  • Geliat Ma’arif di Sumberpucung

    Geliat Ma’arif di Sumberpucung

    • calendar_month Kamis, 15 Des 2022
    • account_circle humaslp3
    • visibility 423
    • 0Komentar

    humaslp5 months ago Berita, PendidikanMuhammad Masykur Izzy Baiquni, 11 Juni 2022 Malang, LP Ma’arif Kabupaten Malang. Belum sepekah setlah pengukuhan semua pengurus LP Ma’arif Kabupaten Malang. LP Ma’arif sudah mendapatkan tugas kembali untuk turba ke Kecamatan Sumberpucung dalam rangka penguatan dan mengembangkan program pendidikan Ma’arif diberbagai daerah. bertepatan dengan kegiatan rutin Lailatul Ijtima’ yang dilaksanakan […]

  • UB COFFEÉ SAKSI BISU KOPDAR TIM JURNAL MA’ARIF

    UB COFFEÉ SAKSI BISU KOPDAR TIM JURNAL MA’ARIF

    • calendar_month Kamis, 15 Des 2022
    • account_circle humaslp3
    • visibility 548
    • 0Komentar

    humaslp 5 months ago UncategorizedMuhammad Masykur Izzy Baiquni UB Coffee Universitas Brawijaya dipilih unjuk menjadi saksi bisu kopdar tim Jurnal LP Ma’arif Kabupaten Malang pada hari Selasa (31/05/2022). Pak Hamka, Izzy, Pak Qodir, Pak Abdurrohim, Pak Mufid, dan Pak Sofyan bertemu dan berkumpul di Café Universitas Brawijaya Malang pukul 07. 30 wib untuk menindaklanjuti peluncuran […]

  • SEMBILAN GUBES BERKIPRAH, Merangkai Kegiatan Berbasis Realita.

    SEMBILAN GUBES BERKIPRAH, Merangkai Kegiatan Berbasis Realita.

    • calendar_month Selasa, 11 Nov 2025
    • account_circle Muhammad Masykur Izzy Baiquni
    • visibility 92
    • 0Komentar

      Sembilan Profesor berkumpul di Pesantren Cinta Kalam Allah ta’ala. Berbekal kompetensi dalam perspektif pendidikan dan Agama. Sepertinya dalam koordinasi Ketua LP. Ma’arif NU, Malik Amrullah. Mereka melihat pendidikan dalam realita dengan taushiyah. Sungguh mengagumkan meski di sela-sela mengajar masih bisa. Berderma dengan ilmu dan ketrampilan demi kemajuan nusa dan bangsa. Mereka berdiskusi bahkan sampai […]

  • Observasi dan Volunteer LP Ma’arif bersama Magister Manajemen Pendidikan Islam UIN Malang

    Observasi dan Volunteer LP Ma’arif bersama Magister Manajemen Pendidikan Islam UIN Malang

    • calendar_month Jumat, 30 Des 2022
    • account_circle humaslp2
    • visibility 322
    • 0Komentar

    Muhammad Masykur Izzy Baiquni, Jumat 30 Desember 2022 LP Ma’arif Kabupaten Malang. Madrasah Ibtidaiyah Desa Sumber Keradenan Kecamatan Pakis Kabupaten Malang kedatangan mahasiswa pasca sarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang tepatnya pada Selasa (13/12/2022) pagi hari. Kedatangan beberapa mahasiswa tersebut atas perintah dari salah satu dosen Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang merupakan ketua […]

expand_less