Muhammad Masykur Izzy Baiquni
“Ketika seseorang membatasi tindakan yang akan dilakukannya, ia membatasi tindakan yang mampu dilakukannya” Charles Schwab
Beberapa hari ini saya menemani Ketua LP Ma’arif NU Kabupaten Malang dalam berbagai undangan acara wisuda. Beliau terus menghimbau bahwa pendidikan harus dikembangkan dengan rasa bahagia sebagai salah satu esensi dari Merdeka Belajar. Memahami Merdeka Belajar tidak bisa lepas dari kebahagiaan belajar untuk menemukan potensi. Guru menemukan potensi murid untuk terus ditumbuhkembangkan.
Harapannya adalah ketika seseorang memahami potensinya, Dia bisa fokus untuk mengembangkan potensi tersebut, fokus untuk terus melakukan pengembangan diri sesuai dengan potens yang dimiliki dan tidak harus menjadi seperti orang lain. Beragam assesment kemudian dibuat untuk mengukur potensi yang dimiliki oleh seseorang. Namun apakah bisa mengukur semua potensi yang dimilikinya?
Saya tertarik dengan apa yang ditulis oleh Robert J. Kriegel dan Louis Patler dalam Buku “If it Ain’t Broke… Break it” bahwa Kita semua (manusia) sama sekali tidak memiliki petunjuk tentang batasan-batasan manusia. Seluruh tes, penghitung waktu, dan garis akhir di dunia tidak mampu mengukur potensi manusia. Saat seseorang tengah mengejar impiannya, mereka akan melesat melampaui batasan-batasan mereka sendiri. Potensi yang ada di dalam diri kita tidak terbatas dan banyak belum dimanfaatkan. Ketika Anda memikirkan batasan, sesungguhnya Anda sendiri yang menciptakan batasan tersebut.
Begitu besarnya potensi manusia yang dianugerahkan oleh Allah swt dan wajib kita mensyukurinya. Namun pikiran saya kembali menyeruak, apakah seseorang bisa mencapai potensi yang dimiliki secara maksimal untuk digunakan?. Saya menemukan kutipan yang ditulis oleh Maxwell. Ia mengutip penjelasan yang ditulis oleh John Powell sang penulis The Secret of Staying in Love. John Powell menguraikan bahwa rerata seseorang hanya meraih 10% atas potensinya, hanya melihat 10% keindahan yang ada di sekitarnya, hanya mendengar 10% musik dan puisi, hanya mencium 10% wewangian, dan hanya merasakan 10 % nikmat hidup. Powell juga menulis bahwa banyak orang yang tidak mampu melihat atau memaksimalkan potensi mereka.
Seseorang akan lebih mudah mencapai potensinya ketika mereka memusatkan perhatian pada kekuatan mereka daripada kelemahan mereka. Disinilah saya pikir perlunya kesadaran untuk memahami potensi diri. Satu-satunya cara untuk mencapai potensi terbaik adalah dengan mengembangkan kekuatan yang ada dalam potensi diri.
Tentunya untuk mencapai kekuatan potensi maksimal kita akan mendapatkan beragam tantangan. Sebuah komentar yang disampaikan oleh Sharon Wood, seorang wanita pendaki Gunung Everest, ia berkata “Saya mendapati bahwa ini bukan kekuatan fisik, tapi masalah kekuatan psikologis. Keinginan menaklukkan gunung berada dalam pikiran saya untuk menembus penghalang yang membatasi diri saya, lalu menerobos sesuatu yang disebut sebagai potensi, yang 90 % jarang kita gunakan.”
Wallhu a’lam
MzIzzybq. Selasa 13.45 wib