Sekolah Moderasi

Sekolah Moderasi

Oleh: Muhammad Masykur Izzy Baiquni

Membangun sekolah rasa “moderasi” sepertinya sudah menjadi “makanan” yang harus disajikan oleh LP Ma’arif kabupaten Malang. Salah satu SMA yang unik ditemui adalah SMA Islam Diponegoro Wagir. Penulis bertemu dengan guru guru dari agama Hindu dan mengajar di sana. Maka bayangan penulis bahwa ini adalah hal yang patut dicontoh untuk pendidikan moderasi beragama kepada peserta didik.

Di sini juga pendidikan tentang kebudayaan local sangat kental terasa. Penulis dan para tamu akan disuguhkan dengan berbagai macam bentuk wayang hasil kreasi peserta didik. Tentunya ini tidak lepas dai tangan dingin Abah Sugondo dalam mengembangkan Wayang Krucil sebagai satu-satunya yang ada di dunia.

Di acara serah terima jabatan kepala SMA Islam Diponegoro ini, penulis tertarik dengan kata yang terlontar sebagai keunikan yakni Moderasi. Penulis ingin mengutip bagaimana moderasi dari sudut pandang tokoh yang penulis kagumi yakni habib Prof. Dr. KH. Muhammad Quraish Shihab. Dalam tulisannya beliau menjelaskan berbagai macam definisi dari moderasi diantaranya bahwa beliau menyimpulkan dari uraian para pakar bahwa moderasi adalah keseimbangan dalam segala persoalan hidup dunia dan ukhrawi, yang selalu harus disertai oleh upaya menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi berdasarkan petunjuk agama dan kondisi efektif yang sedang dialami.

Moderasi juga dapat dinyatakan sebagai satu system yang memperhatikan keseimbangan yang mendorong sikap aktif dan arif. Dengan moderasi agama Islam bisa hadir ditengah masyarakat majemuk atau plural untuk berdialog dengan berprinsipkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan.

Prof. M. Quraish Sihab juga menjelaskan untuk menerapkan moderasi dalam kehidupan pribadi dan masyarakat diperlukan upaya serius yang dikukuhkan oleh pengetahuan dan pemahaman yang benar, emosi yang seimbang dan terkendali, dan kewaspadaan serta kehati-hatian bersinambungan.

Ada tujuh langkah utama guna mewujudkan moderasi menurut Prof. Muhammad Quraish Sihab. Pertama, pemahaman yang benar terhadap teks terperinci Al Qura’an dan sunnah dengan memperhatikan maqashid asy syariah, kemudian upaya persesuaian penerapan antara ajaran islam yang pasti lagi tidak berubah dengan perkembangan zaman dan masyarakat yang terus berubah. Kedua, kerja sama dengan kalangan umat Islam dalam hal-hal yang disepakati dan bertoleransi dalam perbedaan serta menghimpun antara kesetiaan terhadap sesame mukmin dengan toleransi terhadap non-muslim. Ketiga, menghimpun dan mempertemukan ilmu dengan iman, demikian juga kreativitas material dan keluhuran spiritual, serta kekuatan ekonomi dan kekuatan moral. Keempat,  penekanan terhadap prinsip dan nilai-nilai kemanusiaan dan sosial seperti keadilan, syura, kebebasan bertanggung jawab, dan hak asasi manusia. Kelima, mengajak kepada pembaruan sesuai dengan tuntunan agama serta menuntut dari para ahlinya untuk melakukan ijtihad pada tempatnya. Keenam, member perhatian besar dalam membina persatuan dan kesatuan bukan perbedaan dan perselisihan serta pendekatan bukan penjauhan, sambil menampilkan kemudahan fatwa yang dirumuskan serta mengedepankan berita gembira dalam berdakwah. Ketujuh, memanfaatkan sebaik mungkin semua peninggalan dan pemikiran lama, antara lain logika para teolog muslim, kerohanian para sufi, keteladanan para pendahulu, serta ketelitian para pakar hokum dan ushuluddin.

Penulis merasakan bahwa LP Ma’arif Kabupaten Malang sudah menapaki jalan moderasi tersebut ditandai oleh pengembangan focus pada ilmu/pengetahuan, kebajikan, dan keseimbangan.

Wallahu a’lam

Post Comment